
Praktik Pancasila Buddhis Sila Ketiga
Dalam Pancasila Buddhis, sila ketiga berbunyi: “Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṃ samādiyāmi”, yang berarti “Saya bertekad untuk melatih diri menghindari perbuatan salah dalam hal kenikmatan indria, khususnya dalam hubungan seksual.”
Makna sila ketiga sering disalahpahami hanya sebatas larangan berhubungan seksual di luar pernikahan.
Padahal, inti ajaran sila ini lebih dalam: menjaga kesucian hubungan, tidak menyalahgunakan nafsu, dan hidup dengan penuh tanggung jawab serta rasa hormat terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dalam praktik sehari-hari, sila ini mengajarkan kita untuk tidak mengeksploitasi orang lain demi kepuasan pribadi. Artinya, kita tidak boleh merusak kepercayaan dalam hubungan, tidak menyeleweng, tidak melecehkan, dan tidak memaksakan kehendak. Sila ini juga melatih kita agar tidak menjadi budak dari nafsu, melainkan belajar mengendalikan diri dengan bijaksana.
Contohnya, ketika menjalin hubungan, praktik sila ketiga berarti menjaga kesetiaan, membangun kepercayaan, dan menghormati pasangan sebagai pribadi yang utuh, bukan sekadar objek pemuas nafsu. Dalam pergaulan sehari-hari, sila ini bisa diwujudkan dengan menghargai batasan tubuh dan perasaan orang lain, tidak melakukan pelecehan verbal maupun fisik, serta tidak mengumbar perilaku yang merendahkan martabat diri sendiri atau orang lain.
Mengapa sila ketiga penting? Karena penyalahgunaan nafsu hampir selalu menimbulkan penderitaan.
Perselingkuhan, pelecehan, atau pemaksaan hanya melahirkan luka, kekecewaan, bahkan kehancuran keluarga maupun masyarakat. Dengan mempraktikkan sila ini, kita melindungi diri sendiri dari rasa bersalah dan batin yang kotor, serta melindungi orang lain dari kerugian dan penderitaan.
Lebih dari sekadar “pantangan”, sila ketiga adalah latihan menumbuhkan kesetiaan, penghormatan, dan pengendalian diri.
Melalui latihan ini, kita belajar menyalurkan energi cinta kasih dengan cara yang sehat, penuh tanggung jawab, dan membahagiakan. Hubungan yang dijalani berdasarkan sila ketiga akan lebih kokoh, karena dibangun di atas fondasi rasa hormat dan kepercayaan.
Dengan demikian, sila ketiga menuntun kita menuju kehidupan yang lebih bermakna. Ia mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak lahir dari pemuasan nafsu semata, melainkan dari hubungan yang dijalani dengan cinta kasih, hormat, dan kesadaran penuh. Melatih sila ketiga berarti melatih hati untuk hidup murni, damai, dan penuh welas asih.