Mengalah Kepada Sesama ala Bodhisattva

Dalam ajaran Mahayana, empati merupakan salah satu fondasi penting dalam melatih welas asih.
Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan makhluk lain, seakan-akan kita ikut masuk ke dalam pengalaman mereka. Dengan empati, kita tidak hanya tahu bahwa orang lain menderita, tetapi juga bisa ikut merasakan penderitaan itu, sehingga timbul keinginan tulus untuk menolong.

Bagi seorang Bodhisattva, empati adalah jembatan yang menghubungkan hati dengan semua makhluk.
Ia tidak memandang perbedaan ras, agama, status sosial, atau bahkan apakah makhluk itu manusia atau bukan. Semua sama-sama dicintai dan dihargai, karena semua memiliki perasaan ingin bahagia dan tidak ingin menderita. Inilah semangat Mahayana: menjadikan kebahagiaan semua makhluk sebagai tujuan utama.

Mengembangkan empati bisa dimulai dari hal sederhana.
Misalnya, mendengarkan orang lain tanpa menghakimi, mencoba melihat situasi dari sudut pandang mereka, atau sekadar hadir dengan sepenuh hati ketika ada yang sedang kesusahan. Kita juga bisa melatih empati melalui meditasi *mettā bhāvanā* (meditasi cinta kasih), dengan mendoakan kebahagiaan untuk diri sendiri, orang lain, bahkan mereka yang sulit kita sukai. Dengan latihan ini, hati menjadi lebih lembut dan terbuka.

Empati tidak hanya menolong orang lain, tetapi juga menumbuhkan kebahagiaan dalam diri.
Saat kita peduli dan ikut merasakan apa yang dialami orang lain, sekat ego perlahan melemah. Kita menyadari bahwa hidup ini saling terhubung, bahwa kebahagiaan kita tidak bisa dipisahkan dari kebahagiaan makhluk lain.

Inilah yang membuat empati menjadi begitu penting dalam jalan Mahayana. Dengan empati, kita melangkah lebih dekat ke cita-cita Bodhisattva: hati yang luas, penuh welas asih, dan selalu siap menolong tanpa batas.