Praktik Pancasila Buddhis Sila Kedua

Dalam ajaran Buddha, umat diajak untuk melatih diri melalui Pancasila Buddhis.
Sila-sila ini bukanlah hukum yang mengikat dari luar, melainkan pedoman yang membantu kita menumbuhkan kebiasaan baik dari dalam. Sila kedua berbunyi: “Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṃ samādiyāmi”, yang berarti Saya bertekad untuk melatih diri menghindari mengambil sesuatu yang tidak diberikan.”

Secara sederhana, sila kedua mengajarkan kita untuk tidak mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan hak kita.
Namun maknanya tidak berhenti di situ saja. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali bentuk “mengambil tanpa diberikan” yang bisa terjadi tanpa kita sadari. Mengambil barang teman tanpa izin, menggunakan fasilitas umum dengan semena-mena, menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber, bahkan sampai hal-hal kecil seperti memakai waktu orang lain dengan memaksa mereka menunggu terlalu lama—semua itu juga bisa masuk dalam pelanggaran sila kedua.

Dengan melatih sila ini, kita sedang belajar menumbuhkan sikap jujur, puas, dan penuh rasa hormat terhadap hak orang lain.
Orang yang mempraktikkan sila kedua tidak hanya berusaha menjauhi tindakan mencuri, tetapi juga melatih dirinya untuk tidak serakah. Ia belajar merasa cukup dengan apa yang dimiliki, dan tidak mencari keuntungan dengan cara yang merugikan orang lain.
Contohnya, ketika kita menemukan dompet jatuh di jalan, sila kedua menuntun kita untuk mengembalikannya kepada pemilik atau menyerahkannya kepada pihak yang bisa membantu, bukan malah menyimpannya untuk diri sendiri. Di era digital sekarang, sila ini juga bisa dipraktikkan dengan tidak mengunduh film, musik, atau buku bajakan, karena itu berarti kita menikmati karya tanpa izin pemiliknya. Hal-hal kecil seperti meminjam barang teman pun menjadi cermin latihan sila kedua—kita belajar meminta izin sebelum menggunakan, dan bertanggung jawab mengembalikannya dalam keadaan baik.

Mengapa sila ini begitu penting?
Karena tindakan mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan hak kita selalu menimbulkan luka, baik bagi orang lain maupun bagi diri sendiri. Bagi korban, tentu ada rasa kehilangan, marah, atau tidak percaya. Sementara bagi pelaku, meski mungkin mendapatkan keuntungan sesaat, pada akhirnya batin akan terbebani rasa bersalah dan ketidaktenangan. Dengan memegang teguh sila kedua, kita menjaga kepercayaan, membangun hubungan sosial yang harmonis, dan menumbuhkan hati yang bersih dari rasa takut maupun cemas.

Lebih jauh lagi, praktik sila kedua menumbuhkan sikap mudita dan santosa
Mudita (sukacita terhadap kebahagiaan orang lain), santosa (rasa puas dengan apa yang kita miliki). Kita belajar untuk tidak iri dengan milik orang lain, melainkan ikut berbahagia ketika orang lain mendapatkan rezeki. Dengan begitu, sila ini bukan sekadar larangan, tetapi jalan menuju kehidupan yang lebih damai dan penuh kebahagiaan.

Pada akhirnya, sila kedua dalam Pancasila Buddhis adalah latihan untuk melindungi batin kita dari keserakahan dan membangun kehidupan bersama yang harmonis. Dengan melatih diri untuk tidak mengambil yang tidak diberikan, kita sedang belajar untuk jujur, bertanggung jawab, dan berbelas kasih. Dari hal-hal sederhana sehari-hari, latihan ini akan menuntun kita menuju kebebasan batin dan kebahagiaan sejati.